Pertanyaan–pertanyaan Allah kepada manusia (6)
Yesaya 6:1-8
Kita terus memeditasikan mengenai panggilan Allah kepada Yesaya. Panggilan Allah kepada Yesaya ini di dalam bentuk pertanyaan. Allah bertanya kepada Yesaya: “Siapakah yang akan Kuutus, dan siapakah yang mau pergi untuk Aku?” Kita harus mengerti bahwa pertanyaan ini muncul bukan dari ke-vacuum-an. Pertanyaan ini muncul setelah Allah menyatakan diri-Nya kepada Yesaya. Di dalam seluruh konteks ini, baru kita bisa mencerna dan memahami, menginterpretasikan apa arti pertanyaan ini. Ini bukan pertanyaan yang seakan-akan Tuhan perlu Yesaya. Ini bukan pertanyaan seperti yang kita kira bahwa Tuhan itu memerlukan seseorang, memohon dan meminta-minta kepada seseorang untuk menjadi pelayanan-Nya. Tetapi dari pertanyaan ini, saudara dan saya akan mempelajari bahwa Allah yang berdaulat, tidak pernah memaksa. Tetapi manusia yang dipilih, meski pun tidak pernah dipaksa, dia akan rela. Oh, dua kalimat ini saja, kalau saudara dan saya mau memikirkan dari aspek Systematic Theology, begitu dalam. Kita tidak akan memikirkan itu sampai tuntas sekarang, karena kita akan memikirkan secara biblical. Sepanjang sejarah teologia sistematika, saudara dan saya akan selalu melihat kesulitan para teolog untuk mengerti apa itu Irresistible Grace. Ada orang mengatakan irresistible grace artinya anugerah yang tidak bisa ditolak. Kalau begitu, dari mana kehendak bebas dan kebebasan kita? Kalau saudara mempelajari secara biblical dan spiritual, saudara akan dapatkan pengertian ini dan jawaban terhadap irresistible grace. Allah memberikan pertanyaan kepada Yesaya untuk memanggil dia. Ini bukan suatu panggilan di mana Allah meminta-minta kepada Yesaya. Ini juga bukan panggilan yang akhirnya Yesaya menjawab, “Ini aku, utuslah aku!” Seakan-akan dia berjasa. Sama sekali bukan seperti itu. Kemudian pertanyaan ini artinya apa dan di dalam tekanan seperti apa? Kita perlu mengerti apa yang Allah kerjakan terlebih dahulu kepada Yesaya sebelum dia bertanya?
Minggu lalu, kita sudah masuk ke dalam poin yang pertama. Sebelum Allah memanggil dengan pertanyaan, Allah menyatakan kedaulatan kuasa-Nya yang kekal di atas tahta yang tidak tergoncang. Ayat yang pertama pasal ini begitu jelas. Ada suatu kontras antara Allah yang duduk di atas takhta yang menjulang tinggi, yang kekal dan tidak tergoncang dengan seorang raja yang mati. “Dalam tahun matinya raja Uzia aku melihat Tuhan duduk di atas takhta yang tinggi dan menjulang.” (Yesaya 6:1). Betapa kontrasnya penglihatan ini! Oh, betapa tajam Tuhan mau mengajarkan kepada gereja-Nya! Sehebat apa pun manusia. Seberapa pun dia dipakai oleh Allah. Hati kita tidak boleh pernah tertambat kepada dia. Allahlah yang memiliki pekerjaan-Nya. Kelangsungan pekerjaan-Nya tergantung kepada Allah dan bukan kepada manusia. Manusia boleh bersedih. Manusia boleh hormat kepada orang tersebut. Tetapi, jangan hilang pengharapan. Karena pekerjaan Allah tergantung pada Allah sendiri. Uzia adalah seorang raja, Alkitab mengatakan, adalah orang yang benar di mata Allah. Meskipun pada akhir hidupnya, dia dikutuk oleh Allah dengan kusta; karena dia masuk mempersembahkan korban yang sebenarnya raja tidak diperbolehkan. Sebenarnya pada setiap zaman, jumlah orang benar sangat sedikit. Orang yang seperti Yesaya (seorang benar) pasti terlepas dari dia melihat kesalahan Uzia, dia mengharapkan Uzia, sang orang benar itu. Apalagi orang benar yang ada di atas takhta, lebih sedikit lagi. Yesaya adalah orang yang matanya mau melihat dan selalu mengharapkan kebangunan rohani. Mau hukum-hukum Allah dinyatakan di negerinya. Dan raja yang takut akan Tuhan itu aset yang besar. Tetapi sekarang pengharapannya hilang, Uzia sudah mati. Siapa lagi yang menggantikan dia? Dia tidak tahu. Tetapi Tuhan menyatakan kepada Yesaya bahwa pekerjaan-Nya tidak tergantung kepada Uzia, tetapi tergantung kepada kekuatan-Nya di atas takhta. Saudara-saudara akan mengerti satu prinsip rohani yang penting ini. Perhatikan baik-baik. Allah bekerja bukannya tanpa manusia. Tetapi Allah tidak tergantung kepada satu manusia pun untuk pekerjaan-Nya. Pekerjaan Allah, Kerajaan Allah di muka bumi disebarkan oleh manusia. Saya pernah bicara ini dengan beberapa kali, detail. Itulah sebabnya inkarnasi Yesus diperlukan mutlak. Ketika kita memikirkan inkarnasi, kita memikirkan theology of Christmas. Kita memikirkan mengenai keindahan sentimental Natal. Tetapi sebenarnya tidak seperti itu. Sejak penciptaan. Kehendak Allah dan cara kerja Allah adalah menyebarkan Kerajaan-Nya melalui manusia, bukan malaikat, maka, ketika Adam dan Hawa gagal, Allah Pribadi Ke-2 Tritunggal, Dia harus menjadi Manusia. Manusia, saudara dan saya, bukan malaikat yang akan dipakai untuk melebarkan Kerajaan-Nya, untuk menghadirkan Kerajaan-Nya di muka bumi. Allah bekerja bukan melalui manusia. Allah memakai manusia. Tetapi tidak ada satu manusia pun yang boleh mengatakan, “Aku berjasa.” Tidak ada satu manusia pun yang menjadi satu titik simpul dari semua pekerjaan Allah, kecuali Yesus Kristus. Uzia sudah mati. Suatu hari nanti, Yesaya mati. Sekali lagi, apa yang tertulis di tempat makam Charles Wesley itu tergenapi: “Allah menguburkan pekerja-Nya dan melanjutkan pekerjaan-Nya.”
Salah satu pergumulan dari gerakan ini adalah kita selalu bertanya. Beberapa kali orang bertanya kepada saya. Padahal sebenarnya saya juga bertanya. Setelah Pendeta Stephen Tong dipanggil Tuhan, nanti gerakan ini akan jadi seperti apa? Tidak mudah di dalam gereja kita, karena kita berada di balik bayang-bayang orang yang realTuhan urapi. Di gereja lain, pasti juga ada orang yang Tuhan urapi, tapi mungkin tidak sejelas dengan apa yang ada di tengah-tengah kita. Suatu hari, seseorang memberanikan diri bertanya kepada Pendeta Stephen Tong. Kalau tidak salah, di tengah-tengah Master Class, atau di tengah-tengah puluhan atau ratusan orang. Seperti saudara tahu, Pendeta Stephen Tong dengan kepandaiannya, mencengangkan sekali jawabannya. Ada yang tanya, “Pak Tong, nanti kalau engkau mati, gerakan ini akan ke mana? Terus dia katakan, “Jangan terlalu khawatir. Karena sebelum saya mati, engkau mati dulu.” Saya tidak sedang bercanda. Pak Tong selalu memberikan kita satu prinsip. Tuhan yang memulai pekerjaan-Nya dan pekerjaan-Nya akan dilanjutkan oleh Dia. Ini adalah prinsip-Nya. Kebangunan rohani apa pun yang terjadi, akan diteruskan oleh Tuhan dalam kedaulatan-Nya. Tetapi di dalam kedaulatan-Nya pula, itu tidak berarti bahwa akan diteruskan oleh orang-orang di bawah-Nya. Kita mengharapkan iya, tetapi mungkin saja dari Indonesia, lalu ke Cina, atau mungkin ke Afrika, kita tidak tahu. Tidak ada yang bisa merancang. Siapakah pengganti John Piper? Tidak ada yang tahu. Bahkan kami mendengar bahwa pengganti John Piper akhirnya meninggalkan gereja itu, karena pecah dengan gereja. Siapakah yang menggantikan Billy Graham? Billy Graham mengharapkan anaknya tetapi juga tidak. Mata kita selalu ingin seseorang. Yesaya mengharapkan Uzia, tetapi Allah menyatakan tidak. Allah membawa mata Yesaya bukan kepada satu orang, tetapi kepada diri-Nya. Allah menguburkan pekerja-Nya dan melanjutkan pekerjaan-Nya.
Hal yang ke-2, apa yang dinyatakan Allah sebelum Dia memanggil Yesaya? Allah menyatakan kedalaman, kemurnian dan kesucian-Nya di tengah pelayan-Nya yang berdosa. Yesaya adalah imam pada waktu itu. Tiap hari dia melayani di Bait Suci, tetapi tiba-tiba hari itu ada sesuatu yang lain. Ada suatu visi yang dia tidak pernah minta dan dibukakan oleh Allah. Visi yang pertama adalah penglihatan akan kebesaran, kedaulatan dan kekekalan akan Allah di atas tahkta-Nya yang tidak terguncang. Dan, visi yang ke-2 adalah visi tentang kekudusan Allah. Allah begitu besar. Sampai-sampai Yesaya tidak melihat Allah. Yesaya hanya melihat ujung jubah Allah memenuhi seluruh Bait Suci. Dia melihat para malaikat serafim ada 6 sayap. Dua sayap menutupi wajah mereka, dua sayap untuk melayang-layang dan dua sayap menutupi kaki mereka. Seorang pengkhotbah masa lalu menyatakan, “Ini adalah tipe orang yang sesungguhnya melayani Allah.” Melayani Allah dengan sungguh-sungguh, dengan usaha keras tetapi tidak menonjolkan apa yang sudah kita kerjakan dan tidak menonjolkan wajah kita. Malaikat itu berseru, “Kudus, kudus, kuduslah Tuhan semesta alam.” Oh, tadi pagi ketika saya merenungkan hal ini, saya menyadari itulah suara yang didengar oleh Yesaya. Seperti ketika saudara memakai earphone, hanya suara di situ saja yang saudara dengar. Saudara tidak mendengar suara apa pun saja. Suara itu memikat saudara. Suara itu menutupi, melingkupi Yesaya. Yesaya mau tidak mau dibawa hati dan pikirannya memperhatikan suara itu. “Kudus, kudus, kuduslah Tuhan.” Di dalam Bahasa Yunani, ini disebut sebagai Trisagion (Τρισάγιον). Tris artinya tiga. Agios itu artinya holy. Kalimat ini secara tepat ditulis, dikutip oleh Wahyu 4:8. Kitab Wahyu begitu banyak keunikannya. Salah satu keunikan dari Kitab Wahyu adalah hampir tidak ada ayat yang tidak menyinggung Perjanjian Lama. Tetapi sebenarnya hanya memiliki kutipan yang sangat sedikit akan Perjanjian Lama. Ini adalah salah satu bagian yang dikutip oleh Wahyu dari seluruh bagian Perjanjian Lama yang sangat sedikit dikutip. Wahyu 4:8 menyatakan: “Keempat makhluk itu masing-masing bersayap enam, sekelilingnya dan di sebelah dalamnya penuh dengan mata, dan dengan tidak berhenti-hentinya mereka berseru siang dan malam: “Kudus, kudus, kuduslah Tuhan Allah, Yang Mahakuasa, yang sudah ada dan yang ada dan yang akan datang.” Ketika saya membaca tulisan ini, hati saya hancur lagi. Saya baru menyadari apa yang sesungguhnya. Perhatikan Wahyu 4:8 ini. Siang dan malam seterus-terusnya malaikat Tuhan itu berseru maka yang terjadi kepada Yesaya adalah di dalam satu kejapan waktu, Allah membukakan apa yang terjadi di dalam kekekalan! Hanya sebentar saja. Hanya dalam kejapan waktu, Allah membukakan sesuatu yang kekal di dunia yang sementara. Ini adalah rahasia seseorang berubah. Jikalau saudara dan saya mau melihat perubahan dalam hidup, atau pada orang-orang yang kita kasihi, perubahan bukan dari agama. Perubahan bukan dari masyarakat. Perubahan bukan dari pendidikan. Perubahan bukan juga dari hukuman tetapi dari anugerah. Begitu Dia bukakan sedikit saja, seluruh hidup kita akan berubah. Dia memberikan kepada siapa Dia kasihi. Yesaya dibukakan dari pujian di dalam kekekalan. Manusia selalu memuji manusia lain. Oh, engkau kaya, engkau baik. engkau cantik, anakmu pandai, pelayananmu berhasil tetapi di surga hanya Allah yang dipuji dan pujian kepada Allah adalah kudus, kudus, kuduslah Tuhan. Ini sifat yang tidak bisa ditiru oleh setan. Ini menyatakan inti dan pribadi Allah. Dunia dan setan berusaha mengaburkan kata ini, membuatnya keras dan pahit di telinga kita. Tetapi sekali lagi, ini adalah sifat Allah. Kesucian-Nya adalah keindahan-Nya. Kesuciaan-Nya adalah kemuliaan-Nya. Ini yang membedakan Allah dengan seluruh makhluk. Yesaya adalah orang yang paling suci di zamannya, boleh kita katakan demikian. Tetapi ketika berhadapan dengan kesucian sesungguhnya, langsung dari mulut muncul satu kata, “Celaka aku! Celaka!” Kalau saudara-saudara membaca Yesaya pasal ke-5, saudara akan menemukan seri kata celaka diucapkan mulut Yesaya kepada bangsanya. Celakalah mereka yang mengambil rumah orang lain. Celaka mereka yang bangun pagi-pagi. Celaka mereka yang memancing kesalahan dengan dusta. Celaka mereka yang menyebut kejahatan dengan kebaikan. Dan, beberapa kata ‘celaka’. Tetapi di sini Yesaya berteriak “Celaka aku!” Dia adalah seorang yang memiliki kesadaran moral yang tinggi, hati nurani yang lembut. Tetapi bergaul dengan Allah yang sesungguhnya di dalam kekudusan-Nya melebihi just only kesadaran moral dan kelembutan hati. Itulah sebabnya pengenalan akan Allah melebihi dari pada seluruh agama. Hai seluruh jemaat, tuntutlah hal ini. Merataplah! Minta hal ini. Jangan engkau cuma bangga bahwa engkau sudah pergi ke gereja Reformed atau, engkau bangga kalau engkau beragama. Tanpa Allah memperlihatkan diri-Nya, sampai mati, saudara dan saya tidak akan berubah. Sampai mati, kita tidak mungkin dipakai oleh Allah. Hancurkan kesombongan kita! Rendahkan diri kita. Minta belas kasihan-Nya semata.
Yesaya melihat Allah dan dikatakan bahwa Allah semesta alam yang di dalam bahasa aslinya adalah Yahweh Tzevaot. Itu diterjemahkan Allah semesta alam atau lebih tepat, lebih tajam adalah Allah panglima bala tentara perang. Apa sesungguhnya yang Yesaya lihat? Kebesaran Allah, kemuliaan Allah di atas singgasana-Nya yang kekal. Dengan pedang yang berputar untuk menghabisi seluruh Yehuda. Pertama menghabisi Yesaya. Saudara-saudara, berinterkasi dengan Allah yang suci berisiko dan menyakitkan. Tetapi tidak ada jalan keluar lagi. Jika hidup ini ingin diubah, jika hidup ini ingin dipakai oleh Allah, mau tidak mau kita harus dealing dengan kesucian Allah yang membahayakan ini. Ini adalah pengalaman hidup dan mati dan by default, harusnya mati. Tapi ini juga pernyataan kasih sayang Tuhan. Seharusnya by default, Yesaya mati dan tidak ada lagi yang bisa dikatakannya, tidak ada lagi yang bisa dilakukannya untuk membela dirinya tetapi tiba-tiba dia melihat Serafim melayang. Dia pikir mungkin Serafim itu menuju kepada dirinya dan akan melancarkan serangannya tetapi Yesaya melihat Serafim itu terbang mengambil bara dari mezbah. Serafim itu tidak menuju kepada dirinya, Serafim itu menuju kepada mezbah, mengambil bara menuju kepada Yesaya dan kemudian meletakkan bara itu menyentuh mulut Yesaya. Ketika bara itu disentuhkan maka terdengar suara yang begitu indah. Ini telah menyentuh bibirmu, maka kesalahanmu telah dihapus dan dosamu sudah diampuni. Bara dari altar. Altar berbicara mengenai persembahan, bicara mengenai korban. Prinsip dasar iman Kristen, kita tahu bahwa ini adalah imagery dari pengudusan oleh korban yang menuju kepada domba di dalam perjanjian lama dan domba Allah yaitu Yesus Kristus dalam perjanjian baru. Allah yang berdaulat dan yang kekal. Allah yang suci dan diri yang seharusnya mati, sekarang beroleh pengampunan di dalam Kristus Yesus.
Hal yang ke-3, maka sekarang barulah muncul Allah yang mengutus. Allah yang mengutus dengan satu kalimat pertanyaan. “Siapakah yang akan Kuutus, dan siapakah yang mau pergi untuk Aku?” Perhatikan pertanyaan ini sekarang. Pertanyaan ini muncul setelah seluruh peristiwa yang ada. Tanpa peristiwa itu maka saudara dan saya akan mengartikan pertanyaan ini berbeda dengan yang sesungguhnya. Jikalau tanpa pernyataan, penglihatan bahwa Allah yang besar dan kekal, maka pertanyaan yang muncul ini, kita bisa menginterpretasikan bahwa Allah memerlukan bantuan Yesaya. “Siapa yang akan Kuutus?” Tetapi jika tanpa penglihatan Allah yang suci itu, Yesaya yang berdosa jangankan dipakai oleh Allah, hidup pun itu tidak boleh sebenarnya, maka kita bisa mengatakan bahwa Yesaya mungkin berjasa karena dialah yang menggenapi panggilan Allah. Pertanyaan ini bukan pertanyaan Allah meminta Yesaya untuk melayani Dia. Ini juga bukan jawaban heroik dari Yesaya untuk memenuhkan panggilan Allah. Tetapi saudara-saudara akan mengerti bahwa pertanyaan ini adalah pertanyaan yang menghasilkan buah ketaatan kepada Yesaya setelah Allah dengan seluruh sifat-Nya dan tindakan-Nya memikat hati Yesaya. Allah yang besar dan kekal dan suci itu, tidak membiarkan Yesaya mati, Ia mengasihani Yesaya dan itu membuahkan hati yang rela, taat di dalam diri Yesaya. Sehingga ketika Allah itu bertanya, “Siapa yang mau pergi untuk Aku? Siapa yang akan Aku utus?” Allah tidak memaksa Yesaya. Kegemilangan-Nya, sifat-Nya dan pekerjaan-Nya sudah memikat hatinya. Cinta-Nya dan anugerah-Nya sudah melembutkan hati Yesaya. Yesaya menyadari dirinya dan menyadari Allah itu siapa,, maka pertanyaan ini adalah suatu pertanyaan anugerah bagi dia. Dia menyadari bahwa hidupnya yang seharusnya mati sekarang sudah dibangkitkan, yang berdosa itu sekarang diperhitungkan sebagai orang yang suci yang dipakai oleh Allah. Tanpa paksaan. Tanpa suatu perintah. Hanya dengan suatu pertanyaan. Tetapi Yesaya tahu itu adalah privilege dalam hidupnya. Allah tidak memerlukan dia, Allah tidak memerlukan Uzia. Allah juga tidak memerlukan dia karena dia adalah orang berdoa tetapi, Dia yang suci dan berdaulat rela memakai dia. Terhadap pertanyaan ini, Yesaya langsung mengatakan “Ini aku. Utuslah aku.” Dengan kegentaran dan dengan air mata dan dengan hati yang hancur. Melihat Yesaya pasal ke-6, saudara akan mendapatkan satu prinsip ini, yaitu Allah dengan seluruh sifat-Nya dengan seluruh tindakan-Nya memikat hati Yesaya dan akhirnya berbuah ketaatan. Itulah irresistible grace. Anugerah yang tidak tertolak. Ini cara kerja Allah, tidak seperti seorang raja besar yang mengatakan, “Pergi! Kamu harus menjadi utusanku. Layani aku!” Tidak. Allah kita tidak seperti itu. Dia mencurahkan kasih-Nya terlebih dahulu dan tanpa memaksa. Dia menyodorkan jalan-Nya untuk kita lalui, mengasihi kita, kemudian muncullah hati untuk belajar mengasihi Dia.
Sekarang kita akan masuk kepada suatu panggilan yang tidak terduga. Kita masuk ke dalam panggilan Yesaya. Perhatikan! Ini adalah suatu panggilan yang sangat ironis dan berbahaya. Ayat 9-13, Kemudian firman-Nya: “Pergilah, dan katakanlah kepada bangsa ini: Dengarlah sungguh-sungguh, tetapi mengerti: jangan! Lihatlah sungguh-sungguh, tetapi menanggap: jangan! Buatlah hati bangsa ini keras dan buatlah telinganya berat mendengar dan buatlah matanya melekat tetutup, supaya jangan mereka melihat dengan matanya dan mendengar dengan telinganya dan mengerti dengan hatinya, lalu berbalik dan menjadi sembuh.” Kemudian aku bertanya: “Sampai berapa lama, ya Tuhan?” Lalu jawab-Nya: “Sampai kota-kota telah lengang sunyi sepi, tidak ada lagi yang mendiami, dan di rumah-rumah tidak ada lagi manusia dan tanah menjadi sunyi dan sepi. TUHAN akan menyingkirkan manusia jauh-jauh, sehingga hampir seluruh negeri menjadi kosong. Dan jika di situ masih tinggal sepersepuluh dari mereka, mereka harus sekali lagi ditimpa kebinasaan, namun keadaannya akan seperti pohon beringin dan pohon jawi-jawi yang tunggulnya tinggal berdiri pada waktu ditebang. Dan dari tunggul itulah akan keluar tunas yang kudus!”
Sesungguhnya, hamba Tuhan memiliki panggilannya masing-masing. Setiap hamba Tuhan, yang Tuhan pakai. Ada kalimat-kalimat khusus yang akan keluar dari mulut hamba Tuhan itu, yang tidak ada pada hamba Tuhan yang lain. Di sini saudara menemukan panggilan khusus Yesaya. Panggilan khusus apa yang Tuhan berikan kepada Yesaya? Perhatikan baik-baik hal ini! Panggilan Yesaya adalah berkhotbah sampai pertobatan tidak terjadi, sehingga penghakiman total dari Allah pasti tejadi kepada Israel. Dengan kata lain, panggilan Yesaya berhasil jika dan hanya jika pendengarnya tidak bertobat. Allah memakai Yesaya untuk mengeraskan hati umat-Nya, memastikan petobatan tidak terjadi dan penghakiman Allah bisa dilaksanakan. Ini adalah suatu yang asing bagi kita, tetapi ini panggilan. Coba saudara-saudara pikirkan, kira-kira apa perasaan Yesaya setelah mendapatkan panggilan ini? Mungkinkah dia menyesal, kenapa dia cepat-cepat bilang “Ini aku. Utuslah aku!”? Saya yakin tidak, karena orang-orang kudus-Nya Allah yang sudah pernah melihat kesucian, kekekalan, kebesaran Allah dan mendapatkan cinta kasih Allah, ketika sampai di surga dan ditanya apa yang engkau inginkan kalau hidup boleh berulang? Maka dia akan mengatakan, “Aku akan tetap ingin hidup seperti yang Tuhan berikan.”
Di dalam poin ini, saudara akan menemukan satu prinsip rohani. Ini adalah cara kerja Tuhan. Barangsiapa menentukan mau, dia akan tahu. Ini adalah prinsip Alkitab. Banyak dari kita yang ingin tahu sesungguhnya apa kehendak Allah bagiku? Saudara hanya akan bisa tahu kehendak Allah secara eksistensial, sungguh-sungguh tahu, yakin itu kehendak Allah, kalau saudara dan saya memutuskan, menetapkan hati mau taat. Ketaatan diletakkan di depan, baru saudara dan saya tahu kehendak Allah. Allah tidak mengatakan demikian, “Ini, Aku punya panggilan begini-begini susahnya, mau gak?” Tidak! Dia pertama tanya, “Engkau diutus. Engkau mau atau tidak?” Setelah saudara dan saya menetapkan taat, baru Dia buka apa yang akan terjadi di depan. Seluruh orang yang mencari kehendak Allah, mengertilah prinsip ini sekarang. Seluruh anak-anak muda, tetapkanlah hatimu taat terlebih dahulu maka engkau akan melihat bagaimana Tuhan dan rencana-Nya dibukakan kepada kita.
Ironi dan tragedi dalam pelayanan panggilan Yesaya ini ada pada kata “mendengar.” Bukankah dengan mendengar Firman kita diselamatkan? Bukankah Allah menyelamatkan seseorang dengan Firman-Nya? Bukankah iman timbul dari pendengaran akan Firman Allah? Tetapi di sini yang terjadi adalah karena mendengar Firman, Israel akan dihakimi, bukannya memimpin kepada hidup, malah mendengar Firman membawa kepada kematian. Pada Yohanes 8:45 ada prinsip yang sama. Yesus menyatakan seperti ini “Tetapi karena Aku mengatakan kebenaran kepadamu, kamu tidak percaya kepada-Ku.” Bahasa Inggrisnya bukan ‘meskipun’. “Meskipun Aku mengatakan kebenaran kepadamu kamu tidak percaya kepada-Ku.” Tidak. Tetapi karena Aku mengatakan, engkau tidak percaya. Secara presisi adalah kebenaran menggaransi ketidakpercayaan itu terjadi. Kebenaran penyebab ketidakpercayaan itu timbul. Di dalam 2 Tesalonika 2:9-11, di dalam ayat yang ke-11 dikatakan: “Dan itulah sebabnya Allah mendatangkan kesesatan atas mereka, yang menyebabkan mereka percaya akan dusta.” Tuhan sendiri yang mengirimkan kesesatan. Tuhan sendiri yang mengirimkan strong delusion sehingga mereka mempercayai dusta. Itu adalah bagian dari penghakiman. Secara prinsip adalah Firman, ketika diberitakan, tidak akan kembali dengan sia-sia. Firman, ketika diberitakan akan menjamin adanya keselamatan dan pada saat yang sama menjamin penghakiman. Maka, ketika Firman yang sejati diberitakan, saudara jangan pernah menjadi hakim, menentukan ini benar atau salah. Kalau saudara dan saya adalah anak-anak Tuhan, Yesus sendiri menyatakan bahwa domba-domba-Ku mendengar suara-Ku. Dia akan tahu ini kebenaran, dia tidak akan masuk dalam status quo, dia akan tunduk, dia akan rendah hati menerima ketaatan. Yesaya berkhotbahlah, Yesaya pergi berkotbah akan kebenaran. Khotbah terus sampai engkau melihat mata orang-orang itu makin buta, sampai engkau melihat telinganya makin tertutup, dan hatinya makin keras. “Sampai berapa lama Tuhan?” “Sampai seluruh kota ini sunyi sepi. Kalau ada sepersepuluh dari mereka. Mereka akan ditimpa penghakiman lagi sampai tinggal sedikit sekali Yesaya.” Dan hukuman Tuhan ini dijalankan 140 tahun sesudahnya. Inilah panggilan. Kiranya belas kasihan Tuhan diberikan kepada kita sehingga ketika kita mendengar Firman-Nya kita mendapat kehidupan dan bukan kematian. Siapa yang mau Kuutus? Siapa yang mau pergi untuk Aku? Mari kita berdoa.