[simple_crumbs root="Home" /]
kembali

23 October 2022

Pdt. Agus Marjanto, M.Th

Metode Berteologia Calvin

Yohanes 18:37-38a

Hari itu Yesus bertemu dengan Pilatus. Pilatus melihat sendiri Yesus dengan seluruh kepribadian dan seluruh tubuhnya, dari atas sampai bawah. Yesus sendiri adalah Sang Kebenaran itu. Dia adalah Allah oknum ke-2 Tritunggal yang datang ke manusia. Pada saat itu Pilatus memiliki privilege yang besar sekali untuk menyelidiki dan mengetahui dan mengenal Kristus Yesus. Dan Yesus sendiri menyatakan kepada dia hal-hal berkenaan dengan kebenaran. Tetapi Pilatus menjawab, “Apakah kebenaran itu?” Mengapa Pilatus tidak bisa mengenal bahwa Dia adalah kebenaran? Ada sesuatu yang tertutup di dalamnya. Ada sesuatu yang terhalang di dalam dirinya. Maka saudara-saudara perhatikan, kebenaran itu adalah harus merupakan pewahyuan tetapi kebenaran itu juga bekerja di dalam hati untuk mempersiapkan hati mengenal kebenaran. Ketika Alkitab dan ketika para reformator bicara berkenaan dengan wahyu pewahyuan, itu bukan saja berarti bahwa pribadi Kristus dinyatakan atau Alkitab itu dibaca atau Alkitab itu ada di depan kita, karena sampai kapan pun Alkitab di depan kita atau Kristus di depan kita, kebenaran di depan kita, tetap Pilatus tidak bisa mengenalinya. Ada sesuatu yang melebihi daripada itu. Untuk membuat pewahyuan itu dikenal, ada sesuatu di dalam hati yang Allah kerjakan bersamaan dengan pewahyuan itu dan itu adalah suatu pewahyuan yang lengkap.

Di manakah kebenaran itu? Bagaimana sikap kita seharusnya berhadapan dengan kebenaran? Bagaimana sikap hati kita mencari kebenaran serta siap menerima kebenaran? Kebenaran adalah salah satu dari 4 hal yang paling dicari oleh manusia. Manusia tidak mungkin bisa hidup kecuali mereka bertemu dengan 4 hal ini. Pertama adalah ketertakjuban, sense of wonder, ke-2 adalah kebenaran, ke-3 adalah cinta, dan yang ke-4 adalah kekekalan.  Kalau kita membaca Alkitab, kita tahu empat-empatnya bergabung kepada satu pribadi yaitu Yesus Kristus. Kebenaran di dalam Alkitab adalah bukan statement yang mati. Kebenaran di dalam Alkitab itu bukan kumpulan tulisan-tulisan di dalam sebuah buku. Kebenaran di dalam Alkitab itu adalah pribadi Kristus Yesus sendiri. Yesus mengatakan, “Akulah, Akulah jalan dan kebenaran dan hidup.” Dan Kristus sekarang sudah di sorga, Dia meninggalkan Firman-Nya. Di dalam Firman-Nya dan Alkitab itu adalah kebenaran. Maka ketika kita membaca Alkitab adalah suatu usaha untuk mencari dan mendapatkan kebenaran.

Tetapi masalah yang besar terjadi di sini. Ketika kita membaca Alkitab atau membaca sesuatu, tidak ada satu manusia yang bisa lepas dari asumsi-asumsi sebelumnya. Kita tidak mungkin bisa lepas dari budaya-budaya kita, latar belakang kita, keterbatasan-keterbatasan mengerti kata-katanya, dan dengan semua limitasi ini bagaimana kita bisa menerima kebenaran yang objektif di dalam hidup kita. Bukankah yang terjadi sebenarnya adalah kita menafsir Alkitab dan bukan Alkitab menyatakan kebenarannya kepada kita? Maka di sini kita sedang berbicara mengenai satu poin yang penting yaitu metode berteologia. Bagi saya salah satu sumbangsih yang besar dari Calvin adalah bukan produk teologianya saja tetapi metode berteologianya. Bagaimana dia berteologia artinya bagaimana proses dia dari membaca Alkitab sampai menemukan doktrin kebenaran itu terjadi, itu adalah metode berteologia.

Semua aliran di dalam kekristenan bicara bahwa teologia mereka adalah dari Alkitab. Saudara mau bertemu dengan saksi Yehovah, mereka mengatakan mereka membaca dari Alkitab. Saudara mau bicara dari orang Liberal, mereka mengatakan ini dari Alkitab. Saudara mau bicara dengan orang Injili atau orang Karismatik atau orang Pantekosta, mereka mengatakan ini dari Alkitab. Tetapi kalau mereka itu menyatakan ini dari Alkitab dan saya percaya mereka tidak berbohong, kenapa produk teologianya bisa bertolak belakang? Poinnya adalah bagaimana mereka berproses di dalam metode teologi. Dan juga sebaliknya bagi kita orang-orang reform. Kita sering sekali mengambil produk akhir dari teologia para reformator tetapi tidak memiliki sikap hati yang sama dengan bagaimana mereka mendekati Alkitab. Itu akan membuat suatu teologia yang ketat, tetapi sangat kaku dan sangat kering. Saudara bisa bicara berkenaan dengan Allah itu berdaulat dan saudara lihat bahwa banyak sekali gereja yang mengatakan Allah berdaulat, maka kehidupan doa itu kemudian menjadi kering. Kita bisa mengatakan Allah itu berdaulat dan tidak ada kesalahan dengan kalimat itu, tetapi masalahnya apakah Allah yang berdaulat yang kita kenal itu adalah sama dengan Allah yang berdaulat dengan yang Calvin dan Luther dan orang-orang Puritan dan Westminster Divine itu memilikinya? Mereka adalah orang-orang raksasa-raksasa, pejuang-pejuang di dalam lutut mereka. Mereka tidak saja mengerti bagaimana mempertahankan doktrin kedaulatan Allah, mereka berkobar-kobar di dalam mencari perkenanan akan Allah.

Maka saudara bisa melihat ada sesuatu yang salah dalam kehidupan kita masa kini. Bahkan di dalam lingkungan kita sendiri, kita menemukan, kita mengatakan, kita mengajarkan mengenai sesuatu kalimat yang benar, tetapi kita kehilangan esensinya. Siapa yang mengajar kedaulatan Allah di dalam Alkitab? Bukankah itu adalah Abraham? Bukankah itu adalah Daud? Bukankah itu adalah Yehezkiel? Bukankah itu para rasul dan yang paling tertinggi bukankah itu adalah Yesus Kristus itu sendiri? Doktrin Allah Tritunggal adalah turunan dari seluruh kehidupan mereka. Dan doktrin Allah Tritunggal yang berdaulat adalah kehidupan mereka. Tetapi, saudara-saudara bisa melihat mereka yang menyatakan bahwa Allah Tritunggal itu berdaulat, mereka adalah orang yang berjuang di dalam doa. Siapa yang mengajarkan kedaulatan Allah? Abraham. Siapa yang mengajarkan doa? Yaitu Abraham. Siapa yang mengajarkan Allah itu berdaulat? Yeremia. Siapa yang mengajarkan kita itu harus berdoa? Yeremia. Sekali lagi saudara-saudara, kita harus mengerti dari produk teologia reform, tetapi pada saat yang sama, kita perlu mengerti bagaimana sikap hati, metode berteologianya mereka. Hari ini saya akan menyatakan beberapa metode berteologia Calvin, kita tidak mungkin bisa membahas secara keseluruhan. Tetapi mungkin hari ini kita akan bicara satu atau dua.

Yang pertama, ketika Calvin berteologia, maka metode berteologianya adalah dia memiliki motivasi awal ketaatan kepada Firman Tuhan. Saudara perhatikan, ini adalah keputusan hati di awal. Sebelum membaca Alkitab yaitu ketaatan, karena Alkitab sendiri mengatakan, Yesus mengatakan, “Barangsiapa mau, dia akan tahu.” Bukan kalau kamu nanti sudah tahu, kamu nanti bisa pilih ya, yang mau yang mana. Tidak saudara-saudara. Tetapi barangsiapa mau, dia akan tahu. Saudara bisa melihat prinsip ini? Adalah ketetapan hati untuk taat di depan, baru iluminasi itu terjadi. Titik berangkat dari metode berteologia Calvin adalah aku mau mengenal Engkau Tuhan, aku mau taat kepada-Mu, dan bukan perdebatan. Ketaatan bukan pemenuhan kepuasan akal. Bagi Calvin berteologi adalah suatu usaha mengerti dengan tepat Firman Tuhan agar kita yang membacanya dapat mentaatinya. Teologia bukan berbicara tentang hal-hal akademis meskipun teologia pasti ada aspek akademis yang kental. Bagi Calvin, motif utama seorang berteologia adalah ketaatannya bukan keingintahuannya.

Saudara-saudara, perhatikan institution pertama, dia mengatakan seperti ini: “Ketaatan adalah sumber tidak hanya dari iman yang benar-benar sempurna dan lengkap, tetapi dari semua pengetahuan yang benar tentang Tuhan, sumber dari pengetahuan yang benar tentang Tuhan.” Saudara lihat yang di depan apa, yang di belakang itu apa. Bukan pengetahuan yang benar mendorong kepada ketaatan, tetapi ketaatan yang merupakan prasyarat untuk mendapatkan pengenalan yang benar. Di dalam komentari Yehezkiel, dia mengatakan demikian: “Kerendahan hati adalah awal dari kecerdasan sejati.” Di dalam institution buku yang ke-3 dia mengatakan demikian: “Iman kita dimulai dari ketaatan, ketaatan kepada Tuhan mendahului pengertian.” Maka ini adalah batu pijakan pertama.

Calvin sendiri disebut sebagai orang yang selalu hidup di hadirat Allah. Di dalam institution-nya Calvin tidak merumuskan pemikirannya tentang Allah, tetapi dia menuliskan berkenaan dengan pengalamannya sendiri bergaul dengan Allah melalui Firman. Itulah sebabnya kalau saudara-saudara melihat di dalam tulisan Calvin, John T McNeill itu memberikan pengantar, kalau kita meneliti baik-baik tulisan Calvin, maka institution bukan kumpulan sistematik teologi modern tetapi suatu ikthiar tentang kesalehan. Bukan summa teologia, tetapi summa pietitas. Di situ Calvin mencurahkan isi hatinya, Firman itu menjadi daging, menjadi hidup dalam seorang Calvin. Ada satu kata Alkitab yang menggentarkan hati kita dan Tuhan itu menghardik orang fasik. Tetapi kalimat ini biarlah menjadi kalimat kita semua ketika menghampiri Firman, ketika membaca buku teologia atau ketika menghampiri khotbah. Saudara perhatikan apa yang dikatakan oleh Tuhan, “Apa urusanmu menyelidiki Firman-Ku?” Ini kalimat yang keras tetapi yang perlu kita didik kepada jiwa kita karena kita tidak mungkin menghampiri Firman Tuhan kalau tidak menetapkan ketaatan itu di depan. Kalau saudara-saudara, pagi hari  ini mau membuka Firman, maka biarlah kalimat ini ada di dalam pikiran kita: “Apa urusanmu menyelidiki Firman-Ku?” Apakah kita mengatakan detik itu, “Tuhan, aku mau taat kepada-Mu.” Kalau saudara-saudara dari rumah berjalan menuju ke pintu itu dan sebelum masuk untuk beribadah di sini, biarlah kalimat ini ada di dalam isi hatimu dan juga isi hati kami: “Apa urusanmu menyelidiki Firman-Ku?” Kebenaran itu didapat bukan melalui usaha kognitif tetapi ketetapan hati untuk taat di awal. Kebenaran juga bukan berakhir kepada mengerti understanding dari otak tetapi kepada akhir yaitu obedient. Alkitab berkali-kali menyatakan, kata mengenal disebut mengenal kebenaran, mengenal Allah. Itu artinya adalah identik dengan obedient, ketaatan dan tidak kurang dari hal itu. Sekali lagi saudara-saudara, ketika saudara dan saya menghampiri Alkitab, biarlah ini boleh menjadi suara yang terus kita dengar: “Apa urusanmu menyelidiki Firman-Ku?” Satu kalimat ini saja, kalau kita mau taat, maka dosa yang begitu jelas dalam pikiran dan hati kita itu dihancurkan. Berapa banyak orang yang masuk ke dalam gedung gereja ini sungguh-sungguh memiliki kehausan untuk mendengar Firman, untuk mentaatinya?

Saudara-saudara, sekarang apakah mulai jelas, kita adalah kumpulan orang Reformed tetapi sebenarnya tidak memiliki satu sikap hati yang sama dengan para eReformer. Dan apa bedanya dengan orang Israel? Tuhan mengatakan, “Umat ini beribadah kepadaku dari luarnya tetapi hatinya tidak.” Kemudian kita dengan mudah mengatakan kepada orang lain, “Bukan reformed, hey, bukan reformed.” Mungkin pengertian mereka begitu sederhana. Saya tidak bisa mentolerir kesalahan kalau mereka memiliki teologi yang salah, itu memang harus salah. Tetapi banyak orang yang tidak bisa memformulasikan kalimat setajam dan seketat definisi-definisi teologia kita. Saya mau katakan, Abraham juga tidak memiliki itu, Daud juga tidak memiliki itu. Tetapi ketika saya berbicara seperti ini, biarlah saudara jangan kemudian merendahkan usaha berteologia karena itu adalah sesuatu yang sangat penting. Memiliki satu kalimat teologia yang tepat adalah sesuatu yang sangat penting di dunia ini. Yesus sendiri mengatakan, “Itu adalah dari Bapamu di Surga, Petrus.” Tetapi yang saya mau katakan adalah, ada orang-orang yang menyembah Allah yang sejati tetapi dia tidak memiliki kemampuan untuk mendefinisikan dengan jitu seperti kita, tetapi hatinya sungguh-sungguh mau taat ketika membaca Alkitab, itu Reformed. Ketika berbicara mengenai Reformed, itu adalah panggilan untuk taat.

Hal yang ke-2. Metode berteologia Calvin adalah metode berteologia yang berpreaposisi Alkitab sebagai satu-satunya sumber yang sah dan berdaulat di dalam teologia. Calvin sangat ketat di sini, setelah hati itu beres maka apa yang Tuhan berikan kepada kita untuk mendapatkan kebenaran, itu adalah Alkitab. Reformed adalah teologia yang secara mutlak di bawah otoritas Alkitab. Kalau saudara-saudara melihat sejarah gereja Reformed dan gerakan Reformed, maka bagaimana kita memiliki metode berteologia sekarang itu adalah bukan saja Alkitab tetapi adalah pengakuan-pengakuan yang sudah lama sepanjang sejarah gereja. Tetapi saudara-saudara, semua pengakuan-pengakuan itu pun harus tetap diuji dengan Alkitab dan kita mengikutinya karena mereka berdasarkan Alkitab. Dan lihat bagaimana Calvin sangat meninggikan Alkitab, dia mengatakan demikian, bahwa kita berhutang kepada Kitab Suci, penghormatan yang sama seperti kita berhutang kepada Allah, karena Kitab Suci itu berasal dari Allah saja, dari Dia saja dan tidak ada suatu pun dari manusia yang bercampur dengan-Nya. Calvin menyatakan juga kita harus mencari dari Kitab Suci aturan yang pasti untuk berpikir dan berbicara, yang dengannya pikiran-pikiran kita dan kata-kata yang keluar dari mulut kita haruslah selaras dengan Firman. Saya tidak meneruskan hal ini karena saya yakin banyak dari kita mengerti pentingnya Firman. Kita tahu perbedaan Reformator pada waktu itu dengan Katolik adalah Katolik itu selalu akan berbicara mengenai Kitab Suci tetapi juga dengan adat istiadat. Dan juga Kharismatik saat ini adalah berbicara mengenai Kitab Suci dan mimpi-mimpi pendetanya. Tetapi secara cepat saya akan masuk poin yang ke-3.

Metode berteologia Calvin yang ke-3 adalah metode berteologia yang mengakui ketidakberdayaan rasio dan ketergantungan sepenuhnya kepada iluminasi Roh Kudus. Saudara-saudara, minimal dalam kebaktian ini saudara mengingat 3 kata penting ini. Pertama adalah ketaatan, ke-2 adalah Alkitab, ke-3 adalah depend on the Holy Spirit. Ini adalah sesuatu yang unik sebenarnya dan saya bisa bicara panjang lebar tentang hal ini. Orang-orang Reformed itu atau Reformasi dikenal sebagai gerakan intelektual. Kalau seseorang masuk di dalam gerakan ini atau seseorang tersentuh dengan gerakan ini, saudara akan tahu bahwa dari mimbar mana pun saja mendorong saudara menggunakan fungsi rasio semaksimal mungkin. Saudara bertemu dengan hamba-hamba Tuhan Reformed, saudara bertemu dengan khotbah-khotbah Reformed, membuat saudara dikondisikan untuk berpikir. Tetapi pada saat yang sama spirit-nya adalah bergantung mutlak kepada Roh Kudus dan menyadari bahwa pikiran kita tidak mungkin bisa meraih kebenaran kecuali itu diiluminasikan oleh Tuhan. Saudara bisa menemukan keseimbangan dalam 2 hal ini: kepentingan rasio, pada saat yang sama adalah ketidakberdayaan rasio.

Saudara-saudara, lihatlah apa yang Calvin katakan. Di dalam commentary Daniel, dia mengatakan: “Ajaran Injil adalah misteri surgawi yang tidak dapat dipahami oleh orang yang paling terpelajar dan paling berbakat di antara manusia.” Saudara-saudara, Schoolman, kata ini saudara-saudara adalah kata yang tanda kutip itu banyak sekali dicemooh oleh Calvin dan Luther. Mereka tidak suka menggunakan kata ini. Mereka mau merendahkan orang-orang ini, tetapi pada saat yang sama mereka berada di dalam posisi universitas. Sekali lagi ini adalah pembahasan yang panjang lebar dan kita bisa bicara mengenai seminar berjam-jam untuk hal ini. Tetapi intinya sekali lagi adalah mereka mau untuk setiap manusia menyadari bahwa dari kepandaiannya dan talentanya tak mungkin mengerti kebenaran kecuali Roh Kudus itu mewahyukan kepada mereka. Jadi sikap ketergantungan mutlak kepada Roh Kudus inilah yang menjadikan setiap pelajaran apa pun di bidang teologia tidak dapat semata-mata dimengerti dengan hanya pencarian akal. Ketika Allah menyingkapkan diri-Nya dan di dalam pekerjaan-Nya, Dia menggunakan sarana penyingkapan yang jauh lebih besar dari hanya pekerjaan otak logic dan indera kita. Bahkan ketika berbicara mengenai proses ketaatan, kita semua tahu, tahu tentang bagian Alkitab itu ternyata berbeda jauh dengan ketaatan.

Saudara-saudara, ketika saya mempelajari Puritan, saya menyadari bahwa bagian ini ternyata adalah yang lack di dalam hidup saya. Saya berpikir saya selalu memiliki satu confident dan selalu pikiran saya tahu, itu artinya saya beriman. Kalau saya membaca Alkitab atau membaca buku-buku teologia dan kemudian saya menyetujuinya, saya menganggap saya memiliki iman yang sama dengan orang itu. Tetapi sesungguhnya Calvin atau orang-orang Reformer dan orang-orang Puritan pada waktu itu mengerti cara berpikir Hebrew, yang disebut beriman itu adalah kalau melakukannya. Nothing to do dengan kognitif. Saudara-saudara jangan salah mengerti, di dalam aspek faith, pasti ada kognitif. Pasti ada itu dan kita harus mempertanggungjawabkan itu dan dengan kognitif. Tetapi maksud saya adalah orang Ibrani, ketika dia melihat orang lain, dia mengenal Allah, itu bukan dari statement orang itu, tetapi dari kehidupan orang itu dan itulah faith. Sekali lagi, memiliki sikap ketergantungan mutlak kepada Roh Kudus ketika kita membaca Firman, menyadari tanpa Roh Kudus, aku tidak mungkin bisa mengerti Firman dan aku tidak mungkin bisa melakukannya. Tiga hal ini, taat, Alkitab dan bergantung sepenuhnya kepada Roh Kudus.

Alamat

556 - 558 Botany Road, Alexandria, NSW, 2015
sekretariat@griisydney.org
0422690913
0430930175

Social Media

Facebook GRII Sydney Instagram GRII Sydney Twitter GRII Sydney


Google Play Store
App Store

^