[simple_crumbs root="Home" /]
kembali

10 July 2022

Pdt. Agus Marjanto, M.Th

Hal Menghakimi (3)

Matius 7:1-6

Kita terus memikirkan Firman Kristus tentang jangan menghakimi. Sekali lagi, Firman ini tidak dimaksudkan agar kita tidak boleh menghakimi. Kemampuan menghakimi dan menilai sudah ada, inherent di dalam pribadi kita masing-masing karena kita dicipta menurut peta dan teladan Allah. Di akhir perikop ini, bahkan Yesus memberikan kalimat yang terdengar ekstrim agar kita tidak memberikan yang kudus kepada anjing dan juga melemparkan mutiara kepada babi. Ini berarti kita harus jelas membedakan mana yang suci dan mana yang tidak. Kita harus membedakan mana yang bernilai dan mana yang hina. Di dalam kata itu pula, kita diminta untuk terlebih dahulu bisa mengetahui mengidentifikasi anjing dan babi. Kalau kita melihat di dalam Alkitab bahwa Paulus pernah mengatakan hati-hatilah terhadap anjing-anjing, hati-hatilah terhadap pekerja-pekerja yang jahat, hati-hatilah terhadap penyunat-penyunat yang palsu di dalam Filipi 3. Yesus pernah mengatakan dalam Injil Lukas 13: ‘Pada waktu itu datanglah beberapa orang Farisi dan berkata kepada Yesus, “Yesus pergilah, tinggalkan tempat ini karena Herodes hendak membunuh Engkau.” Jawab Yesus kepada mereka, “Pergilah dan katakanlah kepada si serigala itu, Aku mengusir setan dan menyembuhkan orang, pada hari ini dan besok, dan pada hari yang ketiga Aku akan selesai.”’ Perhatikan! Yesus menyebut Herodes adalah serigala. Paulus menyebut orang-orang yang menjadi lawannya anjing. Apakah ini adalah suatu penghinaan? Apakah ini menghakimi orang lain? Jawabannya tidak. Ini adalah ketepatan fakta. Memang Herodes adalah serigala dan penyunat-penyunat palsu, pengajar sesat itu seluruhnya adalah anjing. Mereka mengatakan ini dengan kemarahan yang suci dari Tuhan. Tetapi tentu saja kita tidak dapat dengan sembarangan menyebut orang lain dengan sebutan-sebutan yang mereka katakan ini. Terlebih lagi kita tidak boleh menyebut orang lain babi, anjing atau serigala atas dasar mereka bersalah kepada kita dan atas dasar kita tidak menyukai mereka. Jikalau ini dilakukan, kita berdosa di hadapan Allah. Yesus dan Paulus menyatakan orang-orang itu serigala dan anjing karena memang kenyataannya di hadapan Allah mereka adalah orang-orang yang hina. Mereka memutarbalikkan kebenaran. Mereka menyesatkan Injil. Mereka bahkan mau membunuh dan menghilangkan kebenaran di muka bumi ini. Jangan menghakimi demikian kata Yesus. Apakah Yesus menyatakan kita tidak boleh menilai atau menghakimi? Jawabannya adalah tidak. Tetapi apa yang dilarang, yang tidak diperbolehkan oleh Yesus? Sekali lagi saya menekankan dua hal ini. 

Yang pertama adalah jangan menghakimi berdasarkan diri kita sendiri. Diri kita tidaklah dapat menjadi standar penentu benar dan salah. Kita bukan penentu mulia dan hina. Apa yang menjadi penentu benar dan salah, mulia dan hina? Adalah Allah melalui Firman-Nya. Hal yang kedua adalah biarlah kita jangan cepat-cepat menghakimi. Setiap kalimat kita, mau mengkritik, mau membereskan masalah orang atau setiap kalimat kita melihat kesalahan orang dan kita mau mengatakannya, biarlah kita perlahan-lahan dan berhati-hati. Sebelum kita lakukan, biarlah kita melihat diri kita sendiri, biarlah kita memeriksa terlebih dahulu diri kita sendiri. Beberapa minggu yang lalu saya sudah mengatakan hal yang pertama yang Tuhan inginkan di dalam perikop ini adalah melakukan self-examination. Orang yang melakukan self-examination tidak mudah mengkritik orang lain. Orang yang melakukan self-examination seringkali akan menutup mulutnya karena menyadari ada balok di depan mata kita. Kita akan mendapati kesalahan kita sendiri di hadapan Tuhan lebih besar daripada sesama kita bersalah kepada kita. Self-examination yang sehat, dituntun oleh Roh Kudus melalui Firman-Nya. Itu akan membukakan keberdosaan kita dan menuntun kita kepada pertobatan dan pada akhirnya kita akan menemukan kasih karunia Allah bagi pendosa seperti kita. Kembali saya mau mengingatkan kepada kita semua. Mari belajar daripada Daud di dalam Mazmur 139, dia menyatakan “Selidikilah aku ya Allah, geledahlah aku ya Allah sampai bagian yang terkecil.” Siapa yang berani mengatakan hal ini? Tetapi biarlah kita menetapkan hati untuk menjadi seorang yang selalu tembus pandang, yang rela, yang mau, yang sukacita hidupnya dilihat oleh Allah sampai sekecil-kecilnya. Pasti Tuhan akan menemukan keberdosaan kita di dalam hal seperti itu. Bahkan mungkin kita akan terkejut ketika kita menemukan dosa yang ditemukan Allah diperlihatkan kepada kita. Tetapi Jemaat, apakah yang lebih berbahagia daripada hidup bersih, terbuka, tembus pandang di hadapan Tuhan? Karena prinsip Alkitab kepada umat Allah adalah tanpa kekudusan tidak seorangpun melihat Allah. Ini adalah karakter dan kebiasaan anak-anak Tuhan yang diinginkan oleh Kristus Yesus. Bukan menghakimi orang lain, bukan menyelidiki kesalahan orang lain tetapi menyelidiki diri dan menemukan kesalahan dari kacamata Firman. Ini adalah tanda kesejatian. Ini adalah tanda anak-anak Tuhan.

Sebaliknya, apa tanda anak-anak dunia? Apa tanda anak-anak kegelapan? Yaitu menyalahkan orang lain, selalu melihat diri benar dan bahkan bisa membuat kesalahan diri menjadi kebenaran dan kebenaran orang lain menjadi suatu kesalahan. Anak Tuhan itu tandanya apa? Menyadari dosa diri dan mengakui diri berdosa. Seperti Petrus yang mengatakan di hadapan Yesus Kristus. Setelah Yesus memberikan mujizat di depan dia, seharian Petrus tidak mendapatkan ikan, lalu Yesus mengatakan tebarkan jalamu ke samping dan kemudian ikan yang banyak didapat. Petrus menyadari bahwa itu adalah gurunya. Dia turun dari kapal, dia berlari dan dia berlutut di hadapan Kristus Yesus. Perhatikan ayat Alkitab mengatakan apa. Petrus mengatakan satu kalimat; “Pergilah Tuhan karena aku ini orang berdosa.” Ini adalah tanda anak-anak Tuhan. Dibukakan dosanya dan mengakui dosanya. Sebaliknya anak kegelapan selalu melihat dosa dan kesalahan orang lain. Dan sekali lagi bahwa anak kegelapan, dari yang paling atas sampai yang paling bawah, memiliki suatu kebiasaan, memutarbalikkan kebenaran sehingga kesalahan menjadi kebenaran dan kebenaran menjadi kesalahan. Dia lakukan untuk menutup dirinya sendiri dan mempersalahkan orang lain. Dengan cara itu, dia membuat orang lain merasa bersalah dan ditundukkan oleh dia. Anak kegelapan selalu melihat kesalahan orang lain. Kesalahan orang lain bahkan dilihatnya lebih besar daripada kesalahan diri. Beberapa belas tahun yang lalu, ada suami istri yang datang kepada kami. Intinya bahwa istrinya komplain dan sampai menangis karena di HP suaminya ditemukan foto-foto perempuan yang telanjang. Mereka datang dan konseling dengan kami. Setelah mengerti, menemukan permasalahan pada tempatnya, kemudian kami menegur suaminya, mengapa engkau melakukan hal ini? Saudara-saudara tahu apa yang dikatakan suaminya kepada kami? “Pak, jangan bapak kira saya sendiri yang melakukan seperti ini. Bapak tahu tidak? Orang ini, orang itu, orang itu melakukan hal yang sama seperti saya bahkan mereka lebih parah dari saya.” Saya tidak tertarik dengan apa yang dikatakan orang ini, orang itu dan orang itu. Tetapi saya sangat, sangat tertarik dengan apa yang ada di dalam kerohaniannya. Begitu dia mengatakan ini, saya menyadari orang ini sangat mungkin belum lahir baru. Symptom seperti ini sangat banyak pada orang-orang yang tidak mengenal Allah. Siapa orang ini? Dia adalah orang yang pergi ke gereja. Siapa orang ini? Adalah orang yang memberikan persembahan. Siapa orang ini? Orang yang aktif di gereja. Orang-orang yang aktif di gereja tidak mengindikasikan pasti ada kelahiran baru di tengah-tengah kita. Orang yang mengabarkan Injil bahkan di jalanan belum tentu orang itu juga lahir baru. Saudara mau tahu seseorang lahir baru atau tidak? Salah satu prinsip yang penting adalah bagaimana sikapnya terhadap dosa. Apakah dia menghakimi orang lain, menilai orang lain atau menunjuk kesalahan orang lain? Atau dia adalah orang yang menyadari kesalahan diri.

Sebaliknya, mari kita lihat kehidupan Paulus di dalam 1 Korintus. Paulus mengatakan; “Di antara para Rasul, aku itu yang paling kecil, aku seharusnya tidak layak menjadi Rasul.” Dan beberapa tahun kemudian dia menulis di dalam suratnya di Efesus. Dia mengatakan; “Di antara seluruh jemaat, aku adalah orang yang paling berdosa.” Tetapi di dalam 1 Timotius 1:15, beberapa tahun setelah dia menulis Efesus. Dia menyatakan; “Di antara semua orang berdosa, akulah yang paling berdosa.” Dia bertumbuh makin mengenal diri dan mengenal dosanya. Apakah ini kalimat rhetoric dari Paulus? Jawabannya adalah tidak. Dia sungguh-sungguh tahu bahwa dosanya banyak. Intinya, orang yang berjalan makin mendekat kepada terang, dia makin menyadari dirinya penuh dengan kecacatan. Jika kita berjalan makin mendekat kepada Allah, kita akan menyadari keberdosaan kita yang banyak. Tapi kalau kita jauh dari Allah, jauh dari terang, maka kita akan merasakan hidup kita baik-baik saja. Kita akan merasakan saya adalah orang yang berdosa, karena itu dicap berdosa. Tetapi kita tidak akan merasakan malapetaka dan kefatalan dosa di dalam diri kita. Kecuali kita mendekat kepada Allah, kita menyadari bahwa selayaknya akulah yang lebih dihakimi. Oh, alangkah indahnya jikalau gereja di sini adalah kumpulan anak-anak Tuhan yang rajin melakukan self-examination di dalam terang Roh Kudus dan Firman. Bukan kumpulan orang yang saling menghakimi atau mengkritik. Mintalah Tuhan menyelidiki hati kita dan kita bisa berjalan di dalam jalan yang kekal. Apa yang perlu kita lakukan sebelum kita mengkritik? Apa yang perlu kita lakukan sebelum kita menghakimi? Atau dengan kata yang lain, kehidupan jemaat seperti apa yang Yesus mau bentuk di dalam komunitas di GRII Sydney ini? Yang pertama adalah self-examination dan yang ke-2 adalah belajarlah mengasihi pertama-tama di dalam motivasi di hati.

Saya sudah mengucapkan satu kata yang boleh dikatakan saya jarang ucapkan. Karena ini adalah kata yang sebenarnya melekat kepada kekristenan tetapi begitu banyak orang termasuk saya sulit untuk mengerti arti sesungguhnya dari kata ini. Kata itu adalah 'kasih.' Kalau orang-orang di dunia mengenal kekristenan selalu agama kasih. Kalau orang-orang melihat agama tertentu, dia selalu teringat akan kekerasan. Tetapi apakah kita mengerti kasih itu apa? Kita sering sekali, ada beberapa orang yang gampang sekali mengatakan kasih, kasih. Tetapi makin saya melihat orang yang sering mengatakan 'kasih' sering sekali dia tidak memiliki kasih yang ada dalam Alkitab. Saya sendiri melihat diri saya sendiri, apakah saya memiliki kasih. Oh, saya tidak berani untuk mengatakan hal ini. Ini adalah kata yang sangat-sangat indah. Alkitab sendiri mengatakan “Allah adalah kasih.” Allah bukan memiliki kasih, Allah adalah kasih. Kasih adalah hal yang sulit sekali dibicarakan sebenarnya. Karena di dalam Alkitab kasih bukan hanya suatu perasaan dangkal. Perasaan kasih belum tentu sesungguhnya adalah kasih. Seseorang yang memiliki satu kasih, suatu perasaan cinta, itu belum tentu kasih agape. Di lain pihak, kita berpikir orang yang memiliki kasih itu kalimatnya harus halus, harus membangun, tidak mempermasalahkan kita atau mempersalahkan kita, tidak keras kepada kita, orang-orang seperti itu baru kasih. Orang seperti itu harus spirit-nya menyatukan, harus ada seperti oikumene, tidak bisa menyatakan perbedaan pendapat. Kalau seperti itu, kita harus mengeluarkan semua nabi, semua rasul, dan Yesus sendiri, karena mereka adalah orang-orang yang sering terlihat keras terhadap sesamanya. Perhatikan pelayanan orang-orang yang diurapi oleh Tuhan dan bahkan Yesus Kristus kepala gereja sendiri. Jikalau kita mendefinisikan kasih itu dalam pikiran kita dan ditujukan kepada mereka, saya tanya mengapa mereka sebagian besar matinya tidak wajar? Kenapa mereka harus dibunuh oleh para lawan mereka. Itu berarti mereka memiliki kekerasan, ketaatan dan tidak mau kompromi. Kalimatnya tajam dan menegur dosa, bahkan di depan umum. Yohanes Pembaptis mengatakan “Bertobatlah karena Kerajaan Allah sudah dekat.” Yesus sendiri berkeliling ke kota-kota, murid-murid-Nya berkeliling ke kota-kota dan mengatakan “Bertobatlah karena Kerajaan Allah sudah dekat.” Itu keras, itu menyerang, tetapi dipenuhi oleh Roh Kudus dan itu adalah teriakan kasih dari surga untuk bumi. Yesus sendiri pernah mengatakan “Kamu munafik!” Bahkan di dalam Matius 7 di sini mengatakan; “Hai kamu orang-orang munafik! Sebab kamu sama seperti kuburan yang dilabur putih, yang sebelah luarnya memang bersih tampaknya, tetapi sebelah dalamnya penuh tulang belulang dan pelbagai jenis kotoran.” Itu adalah teriakan kasih. Yesus sendiri pernah bersama murid-murid-Nya membicarakan orang-orang Farisi ketika orang Farisi tidak ada bersama mereka. Lihat orang Farisi itu dan pemimpin agama itu, demikian kata Yesus, perhatikan pengajaran mereka tetapi jangan ikuti hidup mereka. Kalimat Yesus ini adalah kalimat kasih.

Kalau melihat dengan teliti di dalam Alkitab, kasih adalah satu pokok pembahasan yang sulit. Tetapi ini adalah sesuatu yang harus kita kerjakan, harus kita punya, dan harus kita bahas. Komunitas Kerajaan Allah adalah komunitas yang berdasar kepada kebenaran yang diikat di dalam kasih. Yesus sendiri mengatakan di tengah-tengah para murid-Nya “Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi.” Rasul Yohanes mengatakan; “Jikalau seorang berkata “Aku mengasihi Allah,” dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya.” Jadi komunitas seperti apa yang Tuhan inginkan di tengah-tengah kita untuk dibentuk? Bagaimana kita harus berlaku kepada orang lain? Dengan kasih. Tetapi sekali lagi kasih adalah sesuatu yang luas, yang dalam dan detail-nya akan sulit sekali. Apalagi kalau mau mendefinisikan kasih berdasarkan tampak luar saja. Oh, orang ini punya kasih karena kalimatnya halus. Oh, orang ini tidak punya kasih karena dia teriak-teriak. Oh, orang ini punya kasih karena dia jalannya perlahan, orang ini tidak punya kasih karena orangnya selalu terburu-buru. Oh, orang ini introvert, sudah pasti dia memiliki kasih yang lebih banyak dari orang yang extrovert. Oh, orang ini kalau bicara lebih banyak menghindari konflik, pasti lebih banyak kasih daripada orang yang menyatakan sesuatu hal yang benar dan membuat suatu keributan pasti tidak ada kasih. Di dalam hal-hal seperti ini pun kita menghakimi orang lain berdasarkan definisi kasih yang kita miliki. Dan lebih celaka lagi kita berpikir bahwa kita memiliki kasih yang sejati, padahal mungkin tidak ada kasih. Ini adalah suatu hal yang membahayakan. Kasih adalah sesuatu yang sangat luas dan sangat dalam dan detail-nya akan sulit. Tetapi catatan di bawah ini mungkin akan membantu kita untuk mengerti sesungguhnya apakah di dalam hati kita ada motivasi kasih. Kasih bukan saja dilihat terlebih dahulu dari tampak luar. Ya, akan ada tampak luarnya, tetapi tampak luarnya bisa sama atau berbalik dengan orang yang tidak memiliki kasih. Kasih mulai dari hati. Mulai dari motivasi.

James Boice di dalam khotbahnya pernah menyatakan hal ini. Ketika kita mau mengkritik seseorang, kita mau memberikan masukan kepada orang lain. Perhatikan apakah kritik yang muncul adalah karena adanya kesedihan mendalam atas dosa? Apakah yang mau mengkritik tersebut tergerak oleh fakta bahwa Tuhan itu suci dan murka dan kesalahan besar telah terjadi? Sekali lagi, sebelum kita mengkritik orang lain, sebelum kita bicara kepada orang lain, sebelum kita memberikan masukan kepada orang lain, biarlah kita boleh menyelidiki diri kita, apakah kita digerakkan karena kesedihan mendalam karena dosa? Apakah kritik kita ada karena hati kita tergerak bahwa Tuhan itu suci dan Tuhan murka karena kesalahan besar telah terjadi di tengah-tengah kita? Dengan seperti ini, dengan pertanyaan ini, sebelum kita mengkritik orang lain, kita akan menyadari apakah kita sungguh-sungguh memiliki kasih kepada Allah dan kasih kepada sesama. Kalimat James Boice ini saja, kita tahu bahwa orang-orang yang boleh menyatakan teguran adalah orang-orang yang dekat dengan isi hati Tuhan. Orang-orang yang boleh menyatakan teguran adalah orang-orang yang sudah banyak terlebih dahulu berdoa, banyak menangisi jiwa-jiwa. Di dalam konteks gereja adalah orang-orang yang mengasihi gereja Tuhan. Kritik dari orang-orang yang tidak dekat dengan hati Tuhan itu tidak berguna. Mereka bukan datang atas nama Tuhan. Mereka tidak disuruh oleh Tuhan. Mereka hanya berbicara karena mereka ingin mengkritik. Sebaliknya, kritik dari orang yang berdoa, yang sungguh-sungguh mengasihi Allah dan jiwa dan kekudusan, perhatikan orang-orang seperti ini dan jangan lewatkan dari telinga kita. Pak Tongpernah mengatakan “Semua jangan takut. Tidak ada orang yang bisa merobohkanmu. Yang bisa merobohkan kamu adalah orang-orang yang berdoa untuk kamu, yang mengasuh kamu, yang sungguh-sungguh mengasihi kamu. Dan ketika mereka memberikan sesuatu masukan kepada kamu, engkau tidak mau mendengar, itu yang akan merobohkan kamu.” Sekali lagi, jangan takut kepada manusia. Tidak ada orang yang bisa merobohkan kita, bahkan kalau mereka mau menjelek-jelekkan kita pun tidak mungkin engkau akan dirobohkan. Tetapi, kalau ada orang yang sungguh-sungguh mengasihi engkau, yang berdoa untukmu di hadapan Allah, yang mengasuh engkau, yang membesarkan engkau, dan memberikan suatu masukan kepadamu tetapi Engkau tidak mau mendengar, merekalah dengan kalimatnya yang akan merobohkan kamu. Oh, ini suatu bijaksana yang besar sekali. 

Biarlah kita boleh mengerti sebelum kita mengucapkan kalimat kepada orang lain, apakah sungguh-sungguh muncul kesedihan mendalam atas dosanya? Apakah sungguh-sungguh tergerak oleh fakta bahwa Tuhan yang suci diprovokasi murka-Nya oleh kesalahan yang besar ini? Jikalau semua ini ada, maka teriakan “Bertobatlah!” merupakan teriakan kasih. Tetapi sering sekali orang mengkritik, tidak memiliki kepekaan terhadap dosa sama sekali. Dan jikalau tuduhannya terhadap sesamanya ternyata salah, sesamanya tidak bersalah, si pengkritik itu mencari hal-hal yang lain untuk bisa dikritik. Banyak pengkritik tidak memiliki cinta yang besar terhadap sesamanya, sehingga mereka membuat tuduhan dan mengarang cerita-cerita. Alkitab mengatakan kasih menutupi banyak dosa. Kasih tidak menyebarluaskan dosa, kesalahan dan kegagalan orang lain. Sering kali pengkritik, penghakim itu tidak ada motivasi yang positif. Banyak pengkritik bukanlah orang yang rendah hati di hadapan Tuhan. Bukan orang yang mencintai kekudusan. Bukan orang yang mencintai jiwa. Maka terhadap orang-orang seperti itu, Tuhan mengatakan “Kamu munafik.” Karena kritik itu digerakkan oleh iri hati, kecemburuan, keegoisan, mau menang sendiri. Hal-hal di dalam diri sendiri yang menjadi ukuran daripada semua kejahatan lainnya. Orang seperti inilah yang dikatakan di dalam Roma 3:13; menyatakan “Bibir mereka mengandung bisa, mulut mereka penuh dengan sumpah-serapah, dan jalan damai tidak mereka kenal.” Oh, kiranya seluruh hal-hal yang menjijikkan di hadapan Tuhan ini bisa terhindar dari kita. Kita sungguh-sungguh minta kiranya Tuhan mau untuk mengubah dan mengkuduskan hati kita semua menjadi satu kumpulan anak-anak Tuhan. Menjadi satu gereja yang berdoa, berdoa untuk sesama kita, berdoa untuk Tuhan mengasihani kita, berdoa untuk Tuhan menumbuhkan kesucian di dalam hidup kita. Kumpulan orang-orang yang mengasihi Allah dan sesama. Berani mengatakan kebenaran ketika kita peka akan dosa dan segala sesuatu yang mendukakan hati Tuhan. Kiranya kita boleh saling mengasihi satu dengan yang lain. Pertama adalah self-examination, dan yang kedua adalah belajar memiliki hati, motivasi, minta sama Tuhan motivasi mengasihi orang lain.

Alamat

556 - 558 Botany Road, Alexandria, NSW, 2015
sekretariat@griisydney.org
0422690913
0430930175

Social Media

Facebook GRII Sydney Instagram GRII Sydney Twitter GRII Sydney


Google Play Store
App Store

^